Terlihat Modis

Konten Menarik Saat Ini

Seleb

Mengenal Utuy Tatang Sontani, Generasi Sastrawan yang Tak Bisa Pulang Setelah G30S

Pecahnya peristiwa G30S dan semakin menguatnya sentimen anti-komunis di Indonesia berakibat pada banyaknya orang Indonesia yang tidak bisa kembali ke Indonesia.

Pada umumnya, mereka yang tidak bisa kembali adalah orang Indonesia yang sedang berada di Eropa Timur dan Tiongkok.

Kebanyakan dari mereka yang tidak bisa pulang kembali ke Indonesia adalah para intelektual, akademisi, dan budayawan yang sedang belajar dan menempuh ilmu di Eropa Timur serta Tiongkok.

Salah satu dari banyaknya orang Indonesia yang terdampar di luar negeri dan tidak bisa kembali karena alasan ideologis adalah Utuy Tatang Sontani.

Profil Utuy Tatang Sontani Utuy Tatang Sontani merupakan sastrawan, cerpenis, novelis, dan penulis satra drama.

Mengutip laman Ensiklopedia Kemendikbud, disebutkan bahwa Utuy Tatang Sontani lahir pada 31 Mei 1920 di Cianjur, Jawa Barat.

Kata ‘Sontani’ dalam namanya merupakan nama yang Utuy tambahkan karena ia sangat kagum dengan tokoh utama dalam buku Pelarian dari Digul yang bernama Sontani.

Oleh karena itu, ia menambahkan ‘Sontani’ dalam namanya dan menggunakannya dalam aktivitas sehari-hari.

Dalam laporan Majalah Tempo¸ disebutkan bahwa Utuy termasuk anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) sejak 1959.

Namun, sebelum menjadi anggota Lekra, Utuy pernah diutus oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu delegasi Indonesia dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Tashkent, Uzbekistan.

Semenjak menjadi anggota Lekra dan hubungan antara Jakarta dan Moskow yang semakin mesra, banyak karya sastra milik pengarang Indonesia yang diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Rusia.

Dari banyak karya tersebut, salah satunya adalah karya milik Utuy yang berjudul Tambera.

Kemudian, pada 1965, Utuy diundang oleh pemerintah Tiongkok untuk menghadiri perayaan 1 Oktober di Peking (sekarang Beijing).

Keberangkatan Utuy ke Peking didukung oleh DN Aidit yang juga memfasilitasi Utuy untuk berobat di Peking karena sudah lama Utuy menderita penyakit lever.

Malang, ketika Utuy sedang berada di Peking, kejadian 30 September 1965 pecah di Jakarta.

Meletusnya kejadian tersebut, membuat Utuy tidak bisa kembali ke Tanah Air.

Apalagi, Utuy diidentifikasi terafiliasi dengan Lekra.

Semenjak itu, Utuy dan beberapa kawan-kawannya terlunta-lunta di banyak negara dan akhirnya Utuy memutuskan untuk meninggalkan Peking pada 1966.

Utuy memutuskan menyeberang ke Moskow.

Di sana, Utuy memutuskan untuk tinggal dan ia mengajar bahasa Indonesia di Institut Bahasa-Bahasa Timur Moskow.

Pada 17 September 1979, Utuy Tatang Sontani mengembuskan napas terakhirnya karena sakit yang dideritanya.

Majalah Tempo melaporkan bahwa Utuy dimakamkan di Taman Pemakaman Mitino, Moskow.

Utuy merupakan salah satu dari banyaknya sastrawan, akademisi, dan intelektual yang tidak bisa kembali ke tanah air karena sentimen anti-komunis.

EIBEN HEIZIER https://majalah.tempo.co/read/selingan/160380/kisah-utuy-tatang-sontani-sebagai-eksil-di-rusia

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *